Poligami bukan alasan untuk bercerai
Poligami memang dihalalkan di dalam Islam dengan beberapa
syarat. Memang meminta izin istri pertama bukan sebuah syarat. Namun demikian,
jika ingin poligami berjalan dengan lancar dan rumah tangga keduanya tidak
ingin berantakan maka caranya harus baik. Pertama, istri harus dipersiapkan
dahulu untuk menerima baik secara akal maupun perasaan mengenai hukum poligami.
Banyak kalangan wanita, bahkan para aktivis dakwah mengerti dan memahami bahwa
poligami dihalalkan bagi Islam. Hanya saja ketika
peristiwa itu menimpa dirinya, kenyataannya bisa saja berubah. Kalau yang kuat,
ia hanya terguncang jiwanya sebentar. Tapi bagi yang belum siap, suami sudah
menikah lagi, maka ia akan selalu mempermasalahkan.
Suami yang tidak
ingin mendapatkan masalah dengan istri pertama, harus terlebih dahulu
menyiapkan segala sesuatunya. Persiapan fisik sudah barang tentu, misalkan
menyiapkan tempat tinggal beserta kelengkapannya untuk dua istrinya dengan
porsi yang tidak terlalu jauh berbeda. Kemudian apa-apa yang selama ini
didapatkan istri tuanya tidak seharusnya dikurangi, bahkan seharusnya ditambah
agar dapat menyenangkan hatinya. Jangan sampai untuk memenuhi kebutuhan istri
kedua mengambil jatah istri pertama. Contohnya, karena punya rumah cuma satu
maka rumah tinggalnya dijual dan dibelikan dua rumah yang lebih kecil. Otomatis
istri pertamanya mengalami kemunduran dari yang sebelumnya mempunyai rumah yang
besar, sekarang menjadi kecil. Oleh karena itu, jika belum mampu secara fisik
untuk menikah lagi, sebaiknya niatnya diurungkan daripada kedua-duanya menjadi
sengsara.
Kedua persiapan
nonfisik, yaitu pemahaman dan perasaan. Istri harus dipahamkan bahwa Islam
menghalalkan poligami dengan berbagai syarat, di antaranya adil. Jika sang
suami mampu berbuat adil maka bolehlah ia melaksanakan poligami. Setelah sang
istri paham bahwa poligami memang disyariatkan dalam Islam, perasaannya pun
perlu disiapkan agar ketika terjadi ia tidak terguncang. Kita sudah banyak
mendapati, istri tokoh terkenal pun yang sudah mempunyai tingkat pemahaman
Islam yang tinggi ternyata tetap terguncang ketika suaminya menikah lagi.
Yang berikutnya
adalah, suami membahagiakan istri pertamanya dengan hal-hal yang selama ini
menjadi idamannya. Dengan kata lain, semuanya mendapatkan kebahagiaan. Misalnya
saja, istri pertama selama ini menginginkan pergi umroh maka untuk menyenangkan
hatinya sang suami mengumrohkannya, baik dengannya atau dengan keluarga
istrinya. Ini tentu bukan soal ”sogokan,” tetapi maksudnya ingin semuanya
bahagia.
Posting Komentar