Suami, mengapa tega kau menduakan ku?


Saya tahu, kawin lagi buat laki-laki, semasa istrinya masih hidup maupun sudah mati, tidak dilarang. Apa pun alasannya, halal. Rasanya hal ini benar-benar mengenakkan laki-laki.” Ungkap Ibu Samson, seorang ibu rumah tangga yang sudah tujuh tahun mengabdikan hidupnya untuk membesarkan dan mengasuh dua anak dari pernikahannya dengan Samson. Ia tidak bisa menerima kenyataan suaminya menikah lagi. Ia merasa, cintanya pada sang suami, pengabdiannya selama ini, nyaris tak bercacat. Ia masygul, suaminya mengapa tega menduakannya.

Sudah beberapa kali, ia menumpahkan kepedihan hatinya, meminta sahabat-sahabat suaminya untuk mencegah pernikahan suaminya dengan seorang janda beranak satu. Sahabatnya hanya bisa mengingatkan sang Samson. Samson mengungkapkan alasannya. Pertama, ia meniatkan pernikahan kedua sebagai ibadah, tanpa mengurangi cinta-kasihnya pada istri pertama. Kedua, ia merasa sang istri punya kekurangan yang tidak ingin ia ungkapkan, yang bisa ditutupi oleh istri kedua. Dengan pernikahan kedua, tidak pernah ia sedikit pun berniat untuk menceraikan istri pertamanya. Jadi, ia hanya butuh waktu untuk meyakinkan dan menenangkan istri pertama, untuk menerima Samson menikah lagi.

Setahun lamanya Samson menunda menikah lagi. Akhirnya, lewat setahun, ia benar-benar menikah. Saat itulah, istri pertama stres berat. Minta cerai saja. Samson menghiburnya. Gara-gara itu ia meluangkan waktu lebih banyak di rumah istri pertama, sementara istri kedua mengalah. Sampai istri kedua pun berusaha mengungkapkan dirinya tidak pernah bermaksud merebut suami orang.

Ibu Samson sempat gelap mata. Ia merasa, dalam banyak hal, memang istri kedua itu punya kelebihan dibanding dirinya. Hari-hari setelah suaminya berbagi waktu dalam sepekan, antara dirinya dengan madu suaminya, hatinya kurang nyaman. Ibadah tak pernah khusyu, mengurus anak, sering error. Situasi agak tertolong, selama suaminya disisinya, mencoba membuatnya mengerti pilihan yang diambil sang suami.

Dalam kondisi ini, diam-diam ia mencari-cari peluang kerja, tanpa seizin suami. Menurutnya, kalau ia bekerja, posisi tawarnya akan makin kuat dan ia akan lebih berani menuntut cerai. Setelah bercerai ia bisa hidup mandiri. Saat ini Ibu Samson menjalani hari-harinya dengan bekerja keras, meraih posisi yang lebih baik. Kepada orang-orang ia menyatakan melakukan hal itu untuk melupakan masalah rumah tangganya dan berusaha mengejar karir. Namun yang sebenarnya terjadi adalah gejolak diri yang makin haru makin membara. Ia tengah memasang bom waktu, jika saatnya tepat maka dirinya akan mengajukan cerai. Kemarahan dan kecemburuan tersebut semakin memuncak ketika suami makin lama makin jarang berada di rumahnya alias menambah jatah waktu untuk tinggal di rumah istri kedua.

Perlukah seseorang menasihati Ibu Samson untuk ikhlas menerima kenyataan atau menghentikan usahanya menuju perceraian? Ataukah memberi tahu suaminya bahwa persiapan menuju poligami harus dilalui ulang mengingat istri pertamanya belum bisa menerima? Itu kalau Samson, orang yang mempunyai “naluri lelaki” dan pemuja wanita itu ingin mempertahankan rumah tangganya dengan istri pertamanya.

Reader Comments



Diberdayakan oleh Blogger.