Cerai, Bagaikan Kisah Lagu Dangdut
Masih ingat lagu SMS,
sebuah lagu berirama dangdut yang menjadi hits
berbulan-bulan, menjadi “lagu wajib” di panggung-panggung hajatan perkawinan di
kampung-kampung penggemar dangdutan? Kejadian ini, terjadi justru sebelum lagu
itu beredar di pasaran. Di sebuah perumahan, biasa berkumpul kaum bapak,
mengisi malam dengan ngobrol, main kartu, atau nonton bola di televisi yang ada
di gardu ronda. Mereka sudah hadir sekitar pukul 21.00. Dekat gardu ronda ada
sebuah kios kelontong. Dari kios inilah, biasanya para pria yang melekan (begadang) belanja makanan kecil
atau minuman.
Suatu ketika terjadi perang mulut antara istri salah
seorang bapak yang biasa melekan, dengan istri pemilik kios kelontong. Ibu Jaja
(istri pemilik kios) dilabrak oleh Ibu Sogi, lantaran dituduh ber-sms (short service message) dengan suaminya. Ibu
Sogi melihat sendiri jejak sms itu di
telepon genggam suaminya. Seperti dalam lagu “Trio Macan” itu, sms
antara Pak Sogi dan Ibu Jaja juga pesannya
pake sayang...sayang.... Kontan saja, Ibu Sogi hatinya merasa tak senang. Pertengkaran
itu sempat mengundang beberapa orang untuk melerainya. Ibu Jaja pun tidak mau
disalahkan. Ia merasa suami Ibu Sogilah yang terlalu centil dan kalau tidak
dilayani suka marah.
Masalahnya selesai dengan “ketegangan yang diredam.”
Sejak saat itu, Ibu Sogi jarang berkumpul di forum kaum ibu, kalau dipastikan
ada Ibu Jaja. Ibu Jaja sendiri terlihat cuek. Sementara, kios kelontong itu
terlihat sudah ditutup pas pukul 21.00, tidak lagi melayani “pembeli malam”.
Warga tahu masalah itu, tetapi tidak pernah membahasnya. Lama-lama, meski
terkesan “hilang sendiri,” publik yakin yang nakal Pak Sogi. Dan Ibu Sogi,
melabrak lebih karena kesal tak berani melabrak suaminya.
Sms
yang lupa dihapus pada telepon genggam Pak Sogi itu, kata seorang warga yang
pernah menemaninya dalam aktivitas malam, ia yakini bukan sms iseng. “Dasarnya, Pak Sogi itu agak nakal. Kami pernah ke
tempat biliar. Yah, kalau soal bergurau dengan perempuan, biasa. Lama-lama saya
sadar, ini nggak bener, saya enggan menemani mereka untuk yang begitu-begitu,” ungkap bapak ini.
Rupanya, lewat penuturan seorang ibu yang menjadi teman curhat Ibu Sogi, diperoleh gambaran
masalah yang lebih mendekati kebenaran. Ibu Sogi mengaku, ia sudah lebih dari
satu kali memergoki adanya sms dari
perempuan yang tak dikenal. Dari nama panggilan yang ia temukan pada telepon
genggam suaminya, ia sempat berprasangka negatif pada Ibu Jaja yang
mendorongnya melabrak. Ia hanya mengingatkan suaminya “sekadarnya” – tapi cukup
membuatnya enggan mengulang mengingatkan sang suami. Nuraninya berontak, mau
minta cerai, tapi ia khawatir dengan masa depannya, sehingga “memaklumkan” kelakuan
iseng suaminya. Ia malah sempat ingin dibantu menasihati suaminya agar tidak
macam-macam di luar. Tapi ia wanti-wanti, jangan sampai suaminya “meledak.”
Permintaan ini terbilang “sulit” buat rekan curhat Ibu Sogi ini, yang akhirnya
mengembalikan masalahnya pada Ibu Sogi. Akhirnya, kata sang teman curhat, Ibu
Sogi akhirnya bilang, “Yah, yang penting, ia masih ingat keluarga. Urusan di
luar, biar ia yang menanggung dosanya.”
Agaknya, sms itu hanya “gunung es” dari perilaku
di luaran Pak Sogi. Rumah tangga Pak Sogi, kian dingin, meski tak terlihat
gejolak. Ibu Sogi mulai beraktivitas seperti biasa. Bedanya, tak pernah ada
lagi sms nakal dari perempuan lain. Tapi, Pak Sogi masih sesekali, keluar malam
bersama teman-temannya. Teman curhat Ibu Sogi sempat bingung juga menghadapi
kemelut rumah tangga Ibu Sogi. Ia bertanya-tanya, haruskah rumah tangga seperti
itu, di mana “suami nakal” tapi “masih ingat rumah,” tetap dipertahankan, atau
sebaiknya berpisah saja?
Ia tahu Ibu Sogi merasa tidak nyaman dengan kelakuan
suaminya itu. Dalam dirinya terpendam perasaan terluka yang mendalam. Kian hari
luka tersebut makin parah. Sementara Pak Sogi, yang merasa posisinya superior,
tidak pernah merasa ‘bersalah’ dengan kenakalannya. Memang Pak Sogi adalah tipe
orang yang easy going, yang gampangan terutama dengan perempuan. Antenanya
langsung menyala jika berjumpa dengan perempuan cantik. Akankah usia perkawinan
ke-15 tahun tersebut patut dipertahankan atau sebuah bom waktu dalam waktu
dekat akan meledak?
Posting Komentar