Konsekuensi Talak Tiga dalam perceraian
Menurut Ustadz Miftah Faridl, pada
dasarnya suatu perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur hidup. Artinya
seorang Muslim dalam membangun rumah tangga hendaknya diusahakan untuk tidak
berakhir dengan perceraian. Kecuali karena salah seorang di antara suami atau
istri ada yang wafat sebagaimana di atas. Allah berfirman:
”Hai orang-orang yang beriman,
tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah
kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang
nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (an-Nisaa’: 19)
Cerai untuk kasus inilah yang
disebut Rasulullah saw. sebagai perbuatan yang halal tapi dibenci Allah. Dalam
haditsnya beliau saw. bersabda:
”Perbuatan halal yang paling
dimurkai Allah adalah cerai.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Kenyataan yang terjadi adalah kehidupan
rumah tangga tidak selalu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh masing-masing
pasangan. Maka Islam memberikan solusi agar manusia tidak menjadi tersiksa
sebagai akibat dari pernikahannya itu dengan jalan cerai. Dengan demikian
kebolehan menjatuhkan cerai dan bentuk-bentuk perceraian lainnya bersifat
darurat. Artinya perbuatan tersebut terpaksa harus dilakukan karena tidak ada
jalan lain yang lebih tepat dan lebih maslahat. Sebab pada dasarnya perkawinan
itu adalah sesuatu yang agung dan mulia serta hendaknya dipelihara untuk
selama-lamanya.
Jika telah terjadi perceraian
maka berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Suami istri boleh kembali tanpa
akad nikah baru. Apabila talak tersebut belum terjadi tiga kali dan istri masih dalam
masa iddah. Hal tersebut dikemukakan Allah di dalam Al-Qur’an :
”Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri dari tiga
kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika
mereka menghendaki ishlah. Dan para
wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya
. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Baqarah: 228)
Ayat berikutnya menyatakan :
”Talak dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika
kamu khawatir bahwa keduanya tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
zalim.” (al-Baqarah: 229)
2. Suami istri boleh kembali dengan akad nikah baru apabila talak tersebut
belum tiga kali dan telah selesai masa iddah.
3. Suami istri tidak boleh kembali (sebagai suami istri) apabila telah terjadi
tiga kali talak (sering disebut sebagai ”Talak Tiga”) kecuali istri tersebut
telah menikah dengan pria lain yang kemudian diceraikan kembali. Namun demikian
jika pernikahan dengan pria lain dilakukan dengan rekayasa agar bisa balik lagi
ke suami asal maka pernikahannya termasuk pernikahan yang diharamkan. Allah
berfirman :
”Kemudian jika si suami menalaknya , maka perempuan itu
tidak lagi halal baginya hingga ia menikah
dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka
tidak ada dosa bagi keduanya untuk menikah kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah,
diterangkan-Nya kepada kaum yang
mengetahui.” (al-Baqarah: 230)
Yang dimaksud
talak tiga di sini yaitu suami sudah cerai tiga kali berturut-turut (nikah
kemudian cerai, rujuk kemudian cerai lagi, dan rujuk kemudian cerai lagi). Adapun
talak tiga yang dinyatakan dalam satu kali ucapan seperti seorang suami
menyatakan ”Engkau aku cerai! Engkau aku cerai! Engkau aku cerai!” menjadi bahan
perbedaan pendapat para ulama. Ada yang berlaku tiga kali talak dan ada yang
berpendapat hanya berlaku satu kali talak. Ada sebuah hadits menyebutkan, Ibnu
Abbas berkata, ”Pada masa Rasulullah saw. dan masa Abu Bakar, dan dua tahun
pada masa khalifah Umar, talak tiga itu berlaku satu. Maka Umar berkata,
’Orang-orang suka terburu-buru pada urusan yang telah mereka putuskan. Kalu
kita teruskan kehendak mereka akan teruslah merugikan mereka (maksudnya soal
talak).” (HR Ahmad dan Muslim)
Kesimpulan dari hadits
tersebut di atas, talak dengan satu kali ucapan sebenarnya hanya berlaku satu
sebagaimana terjadi di zaman Rasulullah saw.. Dan ucapan seorang suami kepada
istrinya, ”Aku talak tiga kamu” adalah merupakan ucapan bid’ah yang tidak
sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Karena hal tersebut banyak dilakukan maka
Umar memutuskan bahwa ucapan talak tiga itu dinilai sebagai tiga kali talak.
Dalam kitab-kitab fiqih kita
mengenal adanya dua jenis talak, yaitu talak raj’i dan talak ba’in.
Talak ba’in ada dua, yaitu talak ba’in sugra (kecil) dan talak ba’in
kubra (besar). Talak raj’i (kembali) adalah talak yang memungkinkan
seorang suami rujuk kembali dengan istrinya tanpa adanya akad nikah. Ketika
masih dalam talak raj’i dan masih dalam masa iddah seorang suami boleh
langsung rujuk kepada istrinya tanpa melakukan akad nikah lagi. Ada yang
mensyaratkan dengan ucapan seperti ”Aku kembali padamu” ada juga yang
menyatakan sekadar mereka masuk kamar mereka sudah dapat dikatakan rujuk. Jika
sudah habis masa iddah maka suami istri jika akan rujuk harus dengan akad
nikah. Khulu’, yaitu perceraian yang diakibatkan tuntutan istri yang tidak
mempunyai iddah. Jadi khulu’ tidak termasuk talak raj’i, tetapi talak ba’in.
Talak raj’i mempunyai bilangan dua, yaitu dua kali cerai. Dalil talak ini
adalah:
”...Talak
(yang dapat dirujuk itu) dua kali, kemudian (kalau mau) rujuklah atau
lepaskanlah dengan cara yang baik....” (al-Baqarah: 229)
Talak ba’in adalah
talak yang memungkinkan pasangan suami istri melakukan rujuk dengan
syarat-syarat tertentu. Talak ba’in sughra yaitu talak yang mensyaratkan
rujuknya pasangan suami istri dengan akad nikah pada bilangan talak pertama dan
kedua. Sedangkan talak ba’in kubra adalah talak yang mensyaratkan
rujuknya pasangan tersebut melalui pernikahan wanita tersebut dengan pria lain
selain mantan suaminya yang telah tiga kali menalaknya. Dalil talak ini adalah:
”Apabila ia
menceraikan istrinya maka tidak halal baginya sebelum si wanita menikah dengan
pria lain.” (al-Baqarah: 230)
Apabila seorang suami
menceraikan istrinya dengan talak tiga maka perempuan itu tidak boleh
dikawininya lagi sebelum si wanita itu kawin dengan laki-laki lain tanpa
rekayasa. Rasulullah saw. bersabda kepada istri Rifa’ah:
”Sampai
engkau merasakan ’madunya’ dan ia merasakan ’madumu’.” (HR Bukhari
dan Muslim)
Demikan beratnya kondisi talak
tiga sampai-sampai istrinya tidak bisa kembali kecuali mengawini pria lain
tanpa adanya rekayasa. Artinya jika wanita tersebut cocok dengan pria baru
tersebut maka pupuslah harapan suaminya yang dahulu. Dengan kata lain, talak
tiga membuat pasangan tersebut kemungkinannya sangat kecil sekali untuk bersatu
kembali. Oleh karena itu tidak boleh sepasang suami istri mempermainkan agama
dengan cara kawin-cerai. Rasulullah saw. sudah mengingatkan:
”Allah
mengutuk orang yang suka mencoba-coba pernikahan dan suka bercerai.” (Al Hadits)
Rasulullah saw. pernah marah
sekali kepada orang yang menceraikan istrinya dengan talak tiga sekaligus.
Beliau saw. bersabda:
”Apakah ia
akan main-main dengan Kitab Allah padahal aku masih ada di tengah-tengah kamu?”
(HR Nasa’i)
Sungguh mengherankan jika ada
seseorang yang sampai pada kondisi talak tiga dan sungguh mengherankan lagi
jika mereka dapat kembali bersatu setelah talak tiga. Sebab, mahligai
pernikahan adalah sebuah kenikmatan yang Allah berikan kepada pasangan suami
istri. Jika terjadi perceraian berarti orang tersebut tidak mensyukuri nikmat
yang telah Allah berikan kecuali cerai wajib. Padahal dengan mensyukuri
kehidupan rumah tangga maka Allah akan menambah kenikmatan bagi rumah tangga
tersebut.
Posting Komentar